Istilah keberlanjutan (Sustainability) tampaknya tidak asing lagi di telinga kita. Ia mewujud dalam berbagai studi dan program pemerintah yang sering kali disandingkan dengan pembangunan, misalnya pembangunan berkelanjutan. Bahkan, istilah ini terkadang muncul dalam kepala kita saat memikirkan cara melanjutkan hidup di tengah gaji bulanan yang kadang mepet di garis upah minimum atau di atasnya, tapi kebutuhan hidup justru jauh melampauinya.
Tapi, Sukaria Berwacana seri ini dan selanjutnya, bukan sekadar membahas soal upah minimum, melainkan konsep keberlanjutan dan penghidupan berkelanjutan (Sustainable Livelihood). Lebih luas dari sekadar membahas upah minimum dan problem pribadimu.
Untuk soal ini, kami menggunakan buku Stephen Morse dan Nora McNamara berjudul Sustainable Livelihood Approach: A Critique of Theory and Practice yang diterbitkan Springer, 2013. Tetapi, karena bukunya lumayan tebal, berisi lima bab, kami hanya akan membahas bab pertamanya pada seri ini. Untuk bab lanjutan, kami akan bahas pada seri selanjutnya, secepatnya, dan sesempatnya.
Bagi Morse dan McNamara, “keberlanjutan” adalah tentang manusia, yang secara ironis sering hanya dikaitkan dengan lingkungan hidup dan kepedulian terhadap lingkungan. Artinya, “keberlanjutan” yang dimaksudkan oleh dua orang ini adalah tentang penghidupan sebagai tema sentral yang dibahas. Di Sini, keberlanjutan berarti berhubungan dengan semua yang kita lakukan. Ia dapat digambarkan menggunakan diagram yang tumpang-tindih antara lingkungan, sistem ekonomi, dan masyarakat. Keberlanjutan ada pada irisan dari tiga diagram lingkaran tersebut.
Tapi, gambaran konsep diagram tumpang tindih justru sering kali ambigu: seseorang dapat menganggap bahwa lingkaran ekonomi lebih penting sehingga membuat dua lingkaran lainnya terdominasi. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi lebih diperhatikan dibanding kondisi lingkungan. Morse dan McNamara lalu mengajukan ilustrasi lain, sebuah meja dengan tiga kaki: kakinya adalah lingkungan, sistem ekonomi, dan masyarakat; sementara permukaan meja adalah gambaran dari konsep “keberlanjutan”. Asumsi dari ilustrasi ini adalah, jika salah satu kaki dilepas, mejanya akan jatuh. Tampak lebih baik, tetapi mereka juga tetap memperhatikan kemungkinan anggapan bahwa salah satu kakinya dapat saja lebih besar dan meja tidak akan jatuh.
Di tengah konsep keberlanjutan yang memiliki beragam dimensi, penafsiran atas komponen keberlanjutan, serta kebutuhan untuk menerapkan keberlanjutan di berbagai sisi, tampaknya hanya sangat sedikit pilihan selain mempertimbangkan ketiga aspek keberlanjutan. Tapi, ada satu pertanyaan, bagaimana ini bisa dijalankan?
Bagi Morse dan McNamara, upaya mempraktikkan keberlanjutan adalah menghubungkannya dengan penghidupan. Penghidupan berkelanjutan bukan berarti penghematan atau menjalankan gaya hidup pas-pasan agar dapat melanjutkan hidup tetapi, harus diartikan sebagai sarana yang menghubungkan antara kehidupan hari ini dan masa depan tanpa merusak prospek orang lain di sepanjang jalan. Konsep ini harus dibuat nyata dan menjadi sarana untuk mendorong bagaimana pengelolaan kita terhadap sumber-sumber penghidupan di bumi.
Penghidupan di sini dapat juga diartikan sebagai mata pencaharian. Di sini, kita akan sekilas mendapat gambaran tentang apa saja bentuk mata pencaharian beserta bentuk pengeluaran dan tabungan untuk menjamin standar dan kualitas hidup. Namun, sumber mata pencaharian di pedesaan dan perkotaan, ataupun di berbagai tempat dapat saja berbeda. Dengan demikian, pemaknaan atas penghidupan atau mata pencaharian beserta indikatornya juga bisa berbeda. Hal ini berujung pada pemaknaan tentang penghidupan berkelanjutan yang dapat saja berbeda beserta indikatornya di setiap negara atau setiap tempat.
Perbedaan mata pencaharian dan indikator penghidupan berkelanjutan yang mungkin juga berbeda, melahirkan sebuah pendekatan baru: pendekatan penghidupan berkelanjutan (The Sustainable Livelihood Approach [SLA]). Apa saja yang kemudian diuraikan oleh Morse dan McNamara dalam bukunya? Kita akan bahas lebih lanjut pada seri berikutnya.
Foto ilustrasi oleh Pixabay